Kamis, 12 Desember 2013

Contoh Sinopsis Iklan Layanan Masyarakat (Bahaya Merokok)



Ide Pokok       : Seorang anak yang menyadarkan orang tuanya dari bahaya rokok.
Tema              : Sayangi diri dan orang sekitar anda dari bahaya rokok.

Sinopsis         
            Ini merupakan sebuah iklan layanan masyarakat yang mngedepankan tentang bahaya merokok bagi diri sendiri dan orang lain yang berada di sekitar kita. Dalam iklan ini akan diperlihatkan gambaran sebuah keluarga, dimana yang berperan sebagai ayah adalah seorang perokok aktif. Dengan gambaran cerita, sang ayah sedang duduk bersantai di sore hari di depan rumah membaca koran sambil menghisap sebatang rokok yang terselip di tangan kanannya. Di sisi lain, diperlihatkan seorang anak laki-laki kecil yang asyik bermain di dalam rumah.
            Kemudian, sesaat anak tersebut tanpa sengaja melihat ayahnya sedang merokok. Dengan santainya anak tersebut datang menghampiri ayahnya dan membawa segelas air putih. Awalnya, ayah mengira anak ini akan memberikan minum padanya. Tetapi, yang terjadi sungguh di luar dugaan ayahnya. Anak ini menyiramkan air tersebut ke rokok yang sedang hidup di tangan ayahnya tersebut hingga membuat rokoknya mati dan jatuh ke lantai. Hal ini membuat ayahnya marah. Namun, dengan polosnya sang anak berkata, “aku menyayangi ayah, kata bu guru merokok itu berbahaya.”
            Mendengar kata-kata singkat dari anaknya tersebut, membuat ayahnya terharu dan langsung memeluk anaknya. Pada akhirnya, sang ayah pun tersadar akan bahaya rokok yang tidak hanya membahayakan dirinya, tetapi juga orang-orang yang berada di sekitarnya. “Sayangi diri anda dan keluarga, rokok tidak hanya merusak diri sendiri, tetapi juga terhadap orang-orang yang ada di sekitar anda.”
            Iklan ini nantinya akan ditutup dengan sebuah slogan yang sudah tidak asing lagi bagi kita. “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan.”

Rabu, 17 April 2013

Contoh Skenario Film



Judul              : Inilah Kita
Producer        : Yulia Evani Soldina
Ide Pokok      : Kisah cerita cinta segitiga yang berakhir dengan persahabatan.
Tema              : Setiap keingingan tidaklah selalu sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

Sinopsis         
            Film ini menceritakan tentang kisah tiga orang remaja yang sedang dimabuk asmara, Dini, Indah, dan Arie. Cerita cinta segitiga pun menyinggahi perjalanan cinta mereka. Dini dan Indah yang merupakan sahabat sejak duduk di bangku kuliah, harus diuji kesetiaan persahabatannya dengan kedatangan Arie di tengah-tengah mereka. Arie adalah seorang cowok yang penuh pesona dan pernah menaruh hati kepada Dini, tetapi tidak dihiraukan.
            Seiring waktu berjalan, perasaan Arie kepada Dini pun mulai memudar dan hilang. Di saat itulah, Dini mulai menyadari perasaannya yang sebenarnya, bahwa ia menyayangi Arie, namun sekarang telah terlambat. Dini pun bercerita kepada Indah tentang perasaannya kepada Arie dan berharap Indah mau membantunya untuk dapat kembali dekat dengan Arie. Indah menyetujui dan mencoba untuk mendekatkan kembali Dini dengan Arie.
            Demi persahabatan mereka, Indah rela untuk mencari informasi dari Arie untuk diberitahu kepada Dini. Karena inilah, Indah dan Arie yang dahulunya hanya teman biasa menjadi dekat. Dan tanpa disadari, Arie pun mulai merasakan perasaaan yang berbeda apabila ia dekat dengan Indah. Rasa cinta pun muncul di antara mereka. Indah yang sudah mempunyai pacar, tetap berusaha menjaga hatinya agar tidak tergoda dengan pesona Arie. Skandal pun terjadi di antara mereka.
            Untuk tetap mewujukan keinginan Dini, Indah dan Arie pun membuat sebuah sandiwara yang mereka mainkan sendiri. Indah meminta Arie agar membuka hatinya kembali untuk Dini. Indah selalu berusaha agar Dini dan Arie dapat dekat kembali. Segala usaha telah Indah lakukan, termasuk menyuruh Arie untuk menyatakan cintanya kepada Dini, walaupun itu hanya sebuah kebohongan, demi membuat Dini merasa bahagia. Namun, cinta tidak bisa dipaksakan dan dikehendaki.
            Sampai pada suatu hari, ketika hari ulang tahun Indah datang, Arie datang ke rumah Indah dengan membawa kue dan kado. Tidak hanya itu, Arie juga mengungkapkan perasaannya kepada Indah. Hal ini sama sekali tidak diketahui oleh Dini. Barulah setelah beberapa hari kemudian, Dini mendapat kabar dari temannya, Rani, tentang semua hal yang telah diperbuat oleh Indah dan Arie. Dini pun sangat terpuruk dan merasa kecewa, sembari tidak menyangka ini semua akan terjadi.
            Persahabatan Dini dan Indah pun menjadi goyah dan membuat mereka seperti orang yang depresi. Dini sangat terpukul dengan kejadian ini, hingga membuatnya merasa trauma untuk memulai kisah cinta yang baru lagi. Arie dan Indah sangat menyesali akan perbuatannya yang mempermainkan perasaan Dini. Pada akhirnya, perlahan Dini sudah mulai bisa menerima semuanya dan memaafkan kesalahan Indah dan Arie. Kejadian ini juga membuat mereka bertiga menjadi sahabat yang selalu bersama dan berbagi suka maupun duka. 

Opening Scene
Scene ini menggambarkan keseharian mahasiswa yang sedang berada di kampus, kegiatan belajar, berkumpul dengan teman-teman, dan kisah-kisah romanti
ka mahasiswa. Di sini juga ditampilkan cast atau pemeran-pemeran dalam film ini, sekaligus pemunculan judul “Inilah Kita”.

Scene 1
Setting lokasi    : Cafe kampus.
Narasi                : Dini dan Indah adalah dua orang sahabat yang selalu bersama-sama saat berada di kampus. Mereka selalu berbagi setiap hal-hal yang menyengangkan ataupun mengganjal dalam hati masing-masing. Kepribadian mereka yang hampir memiliki kesamaan lah yang membuat mereka merasa cocok untuk berteman dengan baik.
(pagi, sekitar jam 09.00, terjadilah percakapan antara Dini dan Indah yang membicarakan tentang perasaan Dini kepada Arie, setelah sebelumnya ia pernah menolak Arie untuk menjadi pacarnya)
DINI
“Ndah, lo tw kan kalau dulu si Arie itu pernah naksir dan nyatain perasaannya ke gw?”
INDAH
“Iya Din, gw tw kok. Emangnya kenapa? Lo nyesel ya nolak dia?”
DINI
“Hmm, entah lah Ndah. Gw juga nggak ngerti apa yang gw rasain sekarang ini. Gw rasa iya deh. Lu mau bantuin gw nggak Ndah?”
INDAH
“Bantuin apa Din? Lo mau gw comblangin sama si Arie tu?”

DINI
“Iya Ndah.”
INDAH
“Sebagai seorang sahabat yang baik hati dan tidak sombong, gw mau-mau aja sih bantuin lo. Tapi, gw kurang dekat juga sih sama dia.”
DINI
“Ayo lah Ndah, lo kan mudah bergaul, mudah dekat sama orang, apalagi kalau sama cowok, kalah deh gw.”
INDAH
“Ya udah deh, demi lo dan si buah hati gw akan coba bantuin.”
DINI
“Nah, gitu dong. Lo emang sahabat gw yang paling berbakti.”
INDAH
“Siapa dulu dong, Indah...”
(kemudian mereka berdua pun saling berpelukan menunjukkan rasa terima kasih, dan kemudian pergi meninggalkan cafe)

Scene 2
Setting lokasi  : Taman kampus, tempat Arie biasa duduk bersantai.
(Indah melihat sekeliling taman, mencari keberadaan Arie untuk mencoba mendekatkannya dengan Dini)
INDAH
“Mana tu orang ya? Biasanya rajin banget bertapa di sekitar sini.”
(sambil melihat sekeliling taman)
“Nah, tu dia orangnya baru nongol”
(berjalan menyampiri Arie)
“Hai  Arie”
ARIE
“Hay, ngapain lo? Tumben banget nyari gw, pasti ada maunya.”
INDAH
“Idih, PD gila lo. Tapi iya benar sih.”
ARIE
“Ada apaan ya?”

INDAH
“Gini loh, ini tentang Dini.”
ARIE
“Dini? Kenapa dia?”
INDAH
“Gw udah tahu kok, kalau lo dulu pernah nembak Dini tapi ditolak.”
ARIE
“Iya, trus?”
INDAH
“Perasaan lo ke dia gimana sekarang?”
ARIE
“Kalau sekarang sih udah biasa aja. Gw nganggap dia, ya sama seperti teman yang lainnya.”
INDAH
“Oh gitu ya?”
ARIE
“Emangnya kenapa sih? Lo introgasi gw dari tadi.”
INDAH
“Gini loh, sekarang Dini tu udah mulai timbul perasaannya ke lo. Dia tu baru sadar kalau lo tu punya pesona yang lain.”
ARIE
“Oh, jadi maksudnya lo mau comblangin gw sama Dini?”
INDAH
“Iya, semacam itu lah.”
ARIE
“Gw pikir, nggak apa-apa juga kalau dicoba, mana tahu perasaan gw ke dia bisa muncul lagi”
INDAH
“Jadi lo setuju?”
ARIE
“Iya, kenapa nggak? Gw kan juga lagi jomblo.”
INDAH
“Mantap. Oke deh. Makasih ya Rie. Gw cabut dulu, udah sore nih.”
                                                                      ARIE                     
“Iya, sama-sama. Hati-hati ya.”

INDAH
“Sip deh.”
(Indah pun pergi meninggalkan Arie, setelah mencoba berbicara dengan Arie tentang rencananya untuk mendekatkannya dengan Dini)

Scene 3
Setting lokasi  : Kamar Indah
(Handphone Indah berdering, sebuah nomor dengan nama kontak “Arie” memanggil, Indah langsung menjawab panggilan dari Arie)
INDAH
 “Halo Rie.”
ARIE
“Halo Ndah.”
INDAH
“Ada apa ya Rie? Tumben banget lo nelpon gw?”
ARIE
“Iya Ndah, gw ganggu gak?”
INDAH
“Nggak kok. Kenapa?”
ARIE
“Tentang yang tadi itu loh, Dini.”
INDAH
“Iya, kenapa emangnya?”
ARIE
“Gw nggak tahu harus mulai dari mana.”
INDAH
“Lo pendekatan dulu lah.”
ARIE
“Iya, gw ngerti. Tapi masa’ tiba-tiba setelah lama nggak dekat sama dia, gw muncul lagi?”
INDAH
“Nggak apa-apa dong. Dia pasti ngerti juga.”
ARIE
“Yakin lo Ndah?”

INDAH
“Yakin dong. Semangat donk!”
ARIE
“Iya deh. Ngomong-ngomong, lo lagi ngapain nih? Udah makan?”
INDAH
“Lagi nyantai aja nih, udah dong, lo gimana?”
ARIE
“Gw udah juga. Udah dulu ya Ndah. Gw mau bikin tugas nih. Malam, nice dream ya.”
INDAH
“Sip, me too.”
(pembicaraan mereka di handphone pun selesai)

Scene 4
Narasi                : Sekian hari berlalu, Indah dan Arie pun menjadi dekat karena sering berkomunikasi dengan dalih untuk membicarakan tentang Dini. Tanpa disadari, Arie pun merasa memiliki perasaan yang berbeda kepada Indah. Bertepatan dengan hari ulang tahun Indah, Arie datang ke rumahnya dengan membawa kue dan kado, serta mengungkapkan perasaan yang sebenarnya ia rasakan kepada Indah.
Setting lokasi  : Rumah Indah
(Arie datang dengan membawa kue dan kado untuk memberikan surprise dan mengungkapkan perasaannya kepada Indah)
ARIE
(mengetuk pintu rumah Indah)
“Assalammu’alaikum.”
INDAH
(membuka pintu dan kaget)
“Wa’alaikummussalam, Arie?”
ARIE
(menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Indah)
“Happy Birthday ya Ndah.”
INDAH
“Hah, iya Rie.”
(meniup lilin)
ARIE
“Gw do’ain lo semoga semakin dewsa dalam menghadapi kehidupan ya Ndah.”
INDAH
“Iya Rie. Gw nggak nyangka lo bakal bikin surprise gini buat gw.”
(senang)
ARIE
“Iya Ndah, ini juga karena perasaan gw ke lo.”
INDAH
“Perasaan Rie? Perasaan apaan?”
ARIE
“Iya Ndah, gw juga nggak ngerti kenapa perasaan ini muncul. Gw ngerasa senang aja kalau gw lagi di dekat lo.”
INDAH
“Gila lo Rie. Lo tahu kan, gw udah punya cowok.”
ARIE
“Gw nggak peduli Ndah, perasaan gw udah terlanjur sayang sama lo.”
INDAH
“Nggak Rie, gw nggak bisa. Apalagi kalau Dini sampai tahu, dia pasti kecewa berat sama gw. Gw juga nggak mau persahabatan gw rusak sama Dini.”
ARIE
“Trus, mau gimana lagi sekarang Ndah?”
INDAH
“Sekarang kalau lo emang benar sayang sama gw, lupain gw dan hubungan kita hanya sebatas sahabat. Lo temui Dini, lo bilang lo sayang sama dia.”
ARIE
“Oke Ndah, kalau emang itu yang bisa gw lakuin buat nunjukin rasa sayang gw ke lo. Gw akan lakuin. Gw akan dekatin Dini, semua demi lo Ndah.”
INDAH
“Iya.”
ARIE
“Ya udah, gw pulang dulu. Malam Ndah.”
INDAH
“Malam”
(Arie pun pulang dengan membawa sebuah sandiwara yang akan ia lakukan kepada Dini)
Scene 5
Narasi              : Keesokan harinya, Arie mengajak Dini bertemu di taman kampus untuk membicarakan yang telah ia janjikan kepada Indah.
Setting lokasi  : Taman kampus
ARIE
“Din, gw mau ngomongin hal yang penting banget sama lo. Ini tentang perasaan gw yang sebenarnya ke lo.”
DINI
“Iya, kenapa ya Rie?”
ARIE
“Din, gw sayang sama lo. Lo masih mau nggak jadi pacar gw?”
DINI
(kaget)
“Hah, lo beneran Rie?”
ARIE
“Iya Din, gw serius.”
DINI
“Gimana ya Rie, gw sebenarnya juga punya rasa ke lo, tapi gw ragu aja buat ngejalanin hubungan sama lo.”
ARIE
“Loh, emangnya kenapa? Bukannya lo yang minta tolong dicomblangin sama Indah?”
DINI
“Iya Rie. Tapi, kalau menurut gw, kita dekatan aja dulu kali ya. Biar kita benar-benar bisa serius menjalani hubungan ini.”
ARIE
“Ya udah deh, kalau emang itu keputusan lo. Gw bakal tunggu sampai lo siap.”
DINI
“Iya Rie. Hmm, gw balik duluan ya.”
ARIE
“Mau gw antar?”
DINI
“Nggak usah. Gw bisa sendiri kok. Bye Rie.”
ARIE
“Bye.”
(Dini pun pergi meninggalkan Arie)
Scene 6
Narasi                          : Setelah Dini mendengar pengakuan dari Arie, dia langsung bercerita kepada sahabatnya yang lain, Rani. Dimana Rani ini telah mengetahui bahwa semua yang dilakukan Arie hanyalah sebuah sandiwara yang ia buat dengan Indah.
Setting Lokasi : Kamar Dini
(Rani datang ke rumah Dini untuk menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi)
DINI
“Hah? Lo beneran Ran?”
(kaget)
RANI
“Bener. Gw Cuma pengen ngingatin lo, biar nggak terjebak terlalu dalam pada kisah ini.”
DINI
“Lo tah dari mana?”
RANI
“Indah yang cerita semuanya ke gw. Dia juga yang bilang tentang Arie tiba-tiba nembak lo. Semua itu hanya kebohongan mereka Din.”
DINI
“Ya Allah, gw benar-benar nggak nyangka Ran. Sahabat gw sendiri yang ngelakuin ini ke gw. Apa salah gw Ran?”
(sambil menangisi yang telah terjadi)
RANI
“Sabar, sabar Din. Pasti ada hikmah di balik ini semua. Setidaknya lo sekarang tahu bagaimana mereka itu sebenarnya.”
DINI
“Iya Ran, tapi gw benar-benar nggak habis fikir.”
(tiba-tiba Indah datang ke rumah Dini)
INDAH
“Din, gw mau ceritain semuanya.”
DINI
“Udah Ndah, gw udah tw semuanya, nggak ada yang harus dijelasin lagi.
Gw udah tahu semua kebohongan yang lo dan Arie buat.”


INDAH
“Din, gw benar-benar nggak nyangka bakal seperti ini kejadiannya. Terserah lo mau hukum gw apapun. Gw bakal lakukan, asal lo mau maafin gw.”
DINI
“Gw nggak mw ngelakuin apa-apa Ndah, gimana pun lo tetap sahabat gw.”
INDAH
“Nggak Din, hukum gw. Gw pantas dapatinnya.”
RANI
“Sudahlah teman, nggak usah kita terlalu berlarut. Cobalah untuk jadikan ini pelajaran ke depannya. Jangan ulangi lagi kesalahan yang sama.”
INDAH
“Iya Ran, gw benar-benar nyesal atas apa yang udah gw lakuin.”
DINI
“Gw mohon sama lo Ndah, jangan ulangi lagi semua ini. Cukup ini yang pertama dan terakhir.”
INDAH
“Iya Din, gw janji sama lo.”
(mereka bertiga pun berpelukan sembari terdengar isak tangis dari ketiganya)

Scene 7
Narasi                          : Arie pun juga menyesali yang telah ia lakukan, kemudian ia mengajak Dini dan Indah bertemu untuk membicarakan skandal yang terjadi pada mereka.
Setting lokasi  : Sebuah Cafe di pusat perbelanjaan
ARIE
“Din, gw benar-benar minta maaf atas apa yang gw lakuin sama lo, atas kebohongan yang udah gw buat. Gw benar-benar nyesal Din.”
DINI
“Iya Rie, gw mohon sama lo, jangan lakukan lagi hal yang seperti ini, baik ke gw maupun ke wanita-wanita lainnya.”
ARIE
“Gw janji, gw janji Din.”
INDAH
“Gw juga, semua ini adalah salah gw, semua ini ide gw yang nyuruh Arie buat dekatin lo Din. Gw benar-benar nyesal.”
DINI
“Udah lah, nggak ada yang perlu kita salah-salahkan lagi. Ini pelajaran buat kita semua. Karena, setiap apa yang kita inginkan tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang terjadi.”
ARIE
“Lo bener Ndah. Mulai dari sekarang, kita adalah sahabat.”
INDAH
“Iya, sahabat yang selalu ada di saat suka dan duka.”
DINI
“Sahabat yang nggak akan berbohong lagi.”
(mereka bertiga pun tertawa)

Closing Scene
Pada akhirnya, mereka bertiga pun menjalin sebuah hubungan yang disebut dengan “sahabat”. Sahabat yang akan selalu setia mengisi hati dan hari. Yang selalu menciptakan rasa damai dan meninggalkan sejuta memori saat bersama.







Sabtu, 23 Maret 2013

Filsafat Ilmu




       I.            BAB I : RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
A.    Ilmu Sebagai Objek Kajian Filsafat
Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek formal dan objek material. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, sedangkan objek formal adalah metode untuk memahami objek material tersebut. Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis dan radikal juga memiliki objek material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 1)
Filsafatlah yang menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Karena itu, filsafat disebut sebagai induk ilmu. Sebab dai flsafatlah ilmu-ilmu modern berkembang, sehingga manusia dapat menikmati manfaatnya, yaitu teknologi. Disamping itu, secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat karena awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional, dan logis, termasuk hal yang empiris.
Awalnya, filsafat terbagi kepada teoritis dan praktis. Teoritis ini meliputi metafisika, fisika, matematika, dan logika. Seadangkan filsafat praktis mencakup ekonomi, politik, hukum, dan etika. Kemudian setiap bagian ilmu ini berkembang menjadi cabang-cabang ilmu tertentu.
Tugas filsafat ilmu di antaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan. Ilmu sebagai objek kajian filsafat, sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan radikal, menyeluruh, dan rasional. Begitu juga sifat pendekatan spekulatif dalam filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu karenanya ilmu dilihat pada posisi yang tidak mutlak, sehingga masih ada ruang untuk berspekulasi demi pengembangan ilmu itu sendiri. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 2-4)
B.     Pengertian Filsafat Ilmu
a.      Filsafat
Filsafat dalam Bahasa Inggris, yaitu : philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : philosophia, yang terdiri atas dua kata  : philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Jadi, secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). (Amsal Bakhtiar, 2004 : 4)
Filsafat diartikan sebagai suatu pandangan yang sistemik dan inklusif tentang alam semesta di mana manusia ada di dalamnya. Filsafat juga dapat diartikan sebagai “berfikir reflektif dan kritis”. Harold H. Titus mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, filsafat diartikan suatu ilmu yang berhubungan dengan metopde logis atau analisis logika bahasa dan makna-makna. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia dari berbagai lapangan pengalaman menusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup. Dapat disimpulkan bahwa, filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan atau kearifan. (Burhanuddin Salam, 1995 : 58-59)
Pengertian menurut para ahli di antaranya:
·         Plato, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
·         Aristoteles, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu, metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
·         Marcus Tullius Cicero, merumuskan filsafat sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
·         Al-Farabi, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu penetahuan tentang alam maujuda dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
·         Immanuel Kant, mengatakan bahwa filsafat merupakan ilmu pokok dari segala pengetahuan yang meliputi empat persoalan, yaitu (1) apakah yang dapat kita ketahui? Pertanyaan ini dijawab oleh Metafisika, (2) apakah yang boleh kita kerjakan? Pertanyaan ini dijawab oleh Etika, (3) apakah manusia itu? Pertanyaan ini dijawab oleh Antropologi, (4) sampai manakah pengharapan kita? Pertanyaan ini dijawab oleh Agama. (Beni Ahmad Saebani, 2009 : 26-27)
b.      Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab : ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti mengerti, memahami, benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science, dari bahasa Latin scientis (pengetahuan) – scire (mengetahui). Jadi, pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 12)
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli, yaitu :
·         Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya.
·         Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah empiris, rasional, umum dan sistemik, dan keempatnya serentak.
·         Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
·         Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam suatu sistem yang berasal dari pengamatan, studi, dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tetang hal yang sedang dikaji.
·         Harsojo, menerangan bahwa ilmu adalah : (1) merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan, (2) suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, (3) suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahlinya untuk menyatakan sesuatu proposisi dalam bentuk, “jadi….., maka……”.

·         Afanasyef, mendefinisikan ilmu dengan pengetahuan manusia tentang alam masyarakat dan pikiran.
Dari keterangan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistemik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif (bersusun timbun). (Amsal Bakhtiar, 2004 : 15-16)
Jadi, filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Dalam hal ini filsafat ilmu ingin menjawab pertanyan mengenai hakikat ilmu, yaitu (1) objek apa yang ditelaah ilmu? (2) bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? (3) untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? (Jujun S. Suriasumantri, 2007 : 33)
c.       Persamaan dan Perbedaan Fisafat dan Ilmu
Persamaan filsafat dengan ilmu adalah :
·         Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
·         Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yag ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
·         Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
·         Keduanya mempunyai metode dan sistem.
·         Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Perbedaan filsafat dengan ilmu adalah :
·         Objek material (lapangan) filsafat bersifat universal (umum), sedangkan objek material ilmu bersifat khusus dan empiris.
·         Objek formal (sudut pandang) filsafat ilmu bersifat nonfragmentaris, sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif.
·         Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error.
·         Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif (menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu).
·         Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause), sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, ayng lebih dekat, yang sekunder (secondary cause). (Amsal Bakhtiar, 2004 : 18-19)
C.    Tujuan Filsafat Ilmu
·         Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat, dan tujuan ilmu.
·         Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
·         Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi.
·         Mendorong calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
·         Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 20)
Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu
·         Dapat mendorong pertumbuhan wawasan spiritual keilmuan yang mampu mengatasi bahaya sekularisme ilmu pengetahuan (nilai ontologis).
·         Dapat mendorong pertumbuhan wawasan intelektual keilmuan yang mampu membentuk sikap ilmiah (nilai epistemologi).
·         Dapat mendorong pertumbuhan perilaku, moral, dan berkebudayaan (nilai etis).
·         Mendorong Perguruan Tinggi untuk kembali ke basis akademik “Tridharmanya”.
(Suparlan Suhartono, 2008 : 32-33)


    II.            BAB II : SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU
A.    Landasan Ilmu Pada Zaman Yunani
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Manusia yang dulunya pasif dalam menghadapi fenomena alam menjadi lebih pro aktif dan kreatif, sehingg alam dijadikan objek penelitian dan pengkajian. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 21-22)
Kebanyakan para ahli berpendapat bahwa pemikiran filsafat mulai berkembang sekeitar permulaan abad ke-6 sebelum masehi. Ia lahir di Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil dan pada zaman keemasannya berpusat di Athena. Kira-kira pada pertengahan abad ke-5 sebelum masehi, pemikiran filsafat pada masa itu disebut masa Purba Yunani.
Periode filsafat Yunani ini dapat dibagi kepada :
1.      Periode filsafat alam, dari tahun 600 SM sampai 450 SM. Filsafat pada periode ini membicarakan persoalan wujud.
2.      Periode filsafat kemanusiaan, berlaku dari tahun 450 SM sampai 400 SM, yang membicarakan pertalian Ethika dan sosial dari manusia.
3.      Periode filsafat sistematik, dari tahun 400 SM sampai 300 SM. Selama periode ini, seluruh persoalan manusia telah dihubungkan oleh pikiran manusia menjadi satu keseluruhan. (Tasman Ya’cub, 1999 : 10-11)
Orang Yunani awalnya sangat percaya pada dongeng dan tahayul, tetapi lama-kelamaan, terutama setelah mereka mampu membedakan yang riil dengan yang ilusi, mereka mampu keluar dari kungkungan mitologi dan mendapatkan dasar pengetahuan ilmiah. Inilah titik awal manusia mengunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Filosos alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales (624-546 SM). Ia digelari bapak filsafat karena dialah orang yang mula-mula berfilsafat dan mempertanyakan “apa sebenarnya asal-usul alam semesta ini?”. Ia mengatakan asal alam adalah air, karena air unsur penting bagi setiap makhluk hidup, air dapat beruba menjadi benda gas, seperti uap dan benda padat, seperti es dan bumi ini juga berada di atas air.
Setelah Thales, muncul Anaximandros (610-540 SM). Anaximandros mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya. Unsur utama alam harus yang mencakup segalanya dan di atas segalaya, yang dinamakan apeiron. Ia adalah air, maka air harus meliputi segalanya, termasuk api yang merupakan lawannya. Anaximandros tidak puas dengan menunjukkan salah satu anasir sebagai prinsip alam, tetapi dia mencari yang lebih dalam yaitu zat yang tidak dapat diamati oleh panca indera.
Heraklitos (540-480 SM), melihat alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah. Itu berarti bahwa bila kita hendak memahami kehidupan kosmos, kita harus menyadari bahwa kosmos itu dinamis. Segala sesuatu saling bertentangan dan dalam pertentangan itulah kebenaran. Itulah sebabnya ia mempunyai kesimpulan bahwa, yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya.
Filosof alam yang cukup berpengaruh adalah Parmenides (515-440 SM). Pandangannya bertolak belakang dengan Heraklitos. Menurut Heraklitos, realitas seluruhnya bukanlah sesuatu yang lain daripada gerak dan perubahan, sedangkan menurut Parmenides, gerak dan perubahan tidak mungkin terjadi. Menurutnya, realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak, dan tidak berubah.
Pythagoras (580-500 SM) mengembalikan segala sesuatu kepada bilangan. Baginya tidak ada satupun yang di alam ini terlepas dari bilangan. Semua realitas dapat diukur dengan bilangan (kuantitas). Dia berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama dari alam dan sekaligus menjadi ukuran.
Galileo menegaskan bahwa alam ditulis dalam bahasa matematika. Dalam filsafat ilmu, matematika merupakan sarana ilmiah yang terpenting dan akurat karena dengan pendekatan matematiklah ilmu dapat diukur dengan benar dan akurat. Di samping itu, matematik dapat menyederhanakan uraian yang panjang dalam bentuk simbol, sehingga lebih cepat dipahami.
Setelah berakhirnya masa filosof alam, maka muncul masa transisi, yaitu penelitian terhadap alam tidak menjadi fokus utama, tetapi sudah mulai menjurus pada penyelidikan pada manusia. Tokoh utamanya adalah Protagoras (481-411 SM), ia menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Pernyataan ini merupakan cikal bakal humanisme. Yang jelas ia menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat subjetif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Tokoh lain dari kaum sofis adalah Gorgias (483-375 SM). Menurutnya ada 3 proposisi. Pertama, tidak ada yang ada, maksudnya realitas sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak akan dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat berfilsafat. Namun, para filosof setelah kaum sofis tidak setuju dengan pandangan tersebut, seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Mereka menolak relativisme kaum sofis. Menurut mereka ada kebenaran objkif yang bergantung kepada manusia. Socrates berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan Yunani. Karena, pada masa ini kajian-kajian yang mucul adalah perpaduan antara filsafat alam pdan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429-347 SM), menurutnya esensi itu mempunyai realitas dan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea. Plato berhasil mengsintesakan antara pandanga Heraklitos dan Parmenides. Menurut Heraklitos berubah, sedangkan Parminides mengatakan sebaliknya. Untuk mendamaikan pandangan ini, Plato berpendapat bahwa pandangan Heraklitos benar, tetapi hanya berlaku bagi alam empiris saja, sedangkan pendapat Parmenides juga benar, tetapi hanya berlaku bagi idea-idea bersifat abadi, dan idea inilah yang menjadi dasar bagi pengenalan yang sejati.
Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles. Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme terdiri dari tiga premis :
·         Semua manusia akan mati (premis mayor)
·         Socrates seorang manusia (premis minor)
·         Socrates akan mati (konklusi)
Logika Aristoteles ini juga disebut dengan logika deduktif, yang mengukur valid atau tidaknya sebuah pemikiran.
            Aristoteles yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoretis (logika, metafisika, dan fisika) dan praktis (etika, ekonomi, dan politik). Aristoteles dianggap bapak ilmu, karena dia mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis.
            Filsafat Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoles menuangkan pemikirannya. Namun, jelas setelah periode ke-3 filosof besar itu, mutu filsafat semakin merosot. Kemunduran filsafat itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu, yaitu sejalan dengan terpecahnya kerajaan Masedonia menjadi pecahan-pecahan kecil setelah wafatnya Alexander The Great. Tepatnya pada ujung zaman Hellenisme, yaitu pada ujung sebelum masehi menjelang Neo Platonisme, filsafat benar-benar mengalami kemunduran. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 23-32)
B.     Perkembangan Ilmu Zaman Islam
Pandangan Islam tentang pentingnya ilmu tumbuh bersamaan dengan munculnya Islamitu sendiri. Ketika Rasulullah SAW. menerima wahyu pertama, yang mula-mula diperintahkan kepadanya adalah “membaca” terhadap kitab suci (Al-Qur’an), yang memungkinkan tidak hanya pengungkapan misteri-misteri yang dikandungnya, tetapi juga pencarian makna secara lebuih mendalam, yang berguna untuk pembangunnan paradigma ilmu. Selanjutnya, Al-Qur’an dan Hadits menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntu ilmu, pencarian ilmu dalam segi apapun pada akhirya akan bermuara pada penegasan Tauhid. Singkatnya, Al-Qur’an dan Sunnah menciptakan atmosfir khas yang mendorong aktivitas intelektual dalam konformitas dengan semangat Islam.
Sejarah pekembangan ilmu pada zaman Islam dibagi dalam zaman :
1.      Penyampaian Ilmu dan Filsafat Yunani ke dalam Dunia Islam
Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat di dunia Islam, pada dasarnya terdapat upaya rekonsiliasi (mendekatkan dan mempertemukan dua pandangan ang berbeda, bahkan seringkali ekstrim) antara pandangan filsafat Yunani dengan pandangan keagamaan dalam Islam yng seringkali menimbulkan benturan-benturan. Selanjutnya, ketika berbicara tentang penyampaian ilmu dan fisafat Yunani ke dunia Islam, kita harus melihat sisi lain yang juga menunjang keberhasilan Islam dalam menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan (aktivitas penerjemahan).
Selain itu, pada masa ini juga didapati pusat-pusat ilmu pengetahuan, seperti Ariokh, Ephesus, dan Iskandariah, di mana buku-buku Yunani Purba masih dibaca dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, terutama Siriani, bahkan setelah pusat-pusat itu ditaklukkan oleh umat Islam, pengaruh pemikiran Yunani tetap mendalam dan meluas. Pada masa ini juga didapati seorang tokoh Kristen bernama Nestorius, yang melakukan dekonstruksi atas pemahaman teologi kalangan Kristen konservatif ortodoks, setelah ia terpengaruh oleh alam pikiran Yunani tersebut.
Dalam hal ini, menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mendukung adanya kebebasan intelektual, tetapi juga membuktikan kecintaan umat Islam terhadap ilmu pengetahuan dan sikap hormat mereka kepada ilmuwan, tanpa memandang agama mereka. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 33-37)
2.      Perkembangan Ilmu pada Masa Islam Klasik
Sejak awal Islam kajian-kajian dalam bidang teologi sudah berkembang, meskipun masih berbentuk embrio. Embrio inilah yang masa kemudian menemukan bentuknya yang lebih sistematis dalam kajian-kajian teologis dalam Islam. Tahap penting berikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi ilmuwan Islam ialah masuknya unsur-unsur dari luar ke dalam Islam, khususnya unsur-unsur budaya Perso-Semitik dan budaya Hellenisme. Dari adanya pandangan yang dikotomis antara keduanya, kemudian muncul usaha menengahi dengan menggunakan argumen-argumen Hellenisme, terutama filsafat Aristoteles.
Dapat ditarik sebuah hipotesis sementara bahwa pada awal Islam, pengaruh Hellenisme dan juga filsafat Yunani terhadap tradisi keilmuan Islam sudah sedemikian kental, sehingga pada saat selanjutnya pengaruh itupun terus mewarnai perkembangan ilmu pada masa-masa berikutnya. (Amsal Bakhiar, 2004 : 38-40)
3.      Perkembangan Ilmu pada Masa Kejayaan Islam
Pada masa kejayaan kekuasaan Islam, khususnya pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu berkembang sangat maju dan pesat. Kemajuan ini membawa Islam pada masa keemasannya, di mana pada saat yang sama, wilayah-wilayah yang jauh di luar kekuasaan Islam masih berada pada masa kegelapan peradaban (dark age).
Selain adanya perkembangan ilmu yang dapat dikategorikan ke dalam bidang eksakta, matematika, fisika, kimia, geometri, dan lainnya, sejarah juga mencatat kemajuan ilmu-ilmu keislaman, baik dalam bidang tafsir, hadits, fiqh, ushul fiqh, dan disiplin ilmu keislaman yang lain.
Masih berkaitan dengan era kejayaan keilmuan Islam, perlu juga disinggung secara sepintas tentang transformasi ilmu dari dunia Islam ke barat. Terjadinya transformasi kebudayaan dan khususnya imu dari dunia Islam ke barat, disebabkan oleh : pertama, kontak pribadi dan kedua, adanya kegiatan penerjemahan. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 40-46)
4.      Masa Keruntuhan Tradisi Keilmuan dalam Islam
Ini disebabkan oleh :
·         Diterimanya paham Yunani mengenai realitas yang pada pokoknya  bersifat statis, sementara jiwa Islam adalah dinamis dan berkembang.
·         Kekeliruan persepsi dalam memahami pemikiran Al-Ghazali.
·         Para penguasa seringkali merasa takut dengan tersebar luasnya pendidikan dan pengetahuan di kalangan masa yang dapat menggerogoti kekuasaan mereka yang mutlak.
·         Kesulitan-kesulitan ijtihad dan nistisisme asketik juga merupakan faktor yang menyebabkan kemunduran tradisi intelektual dan keilmuan di dunia Islam. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 47-49)
C.    Kemajuan Ilmu Zaman Renaisans dan Modern.
1.      Masa Renaisans (abad ke-15-16)
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengadung arti bagi perkembangan zaman. Zaman ini juaga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) dan ditemukannya benua baru (1492 M) oleh Columbus. Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo.
Pada zaman renaisans ini, manusia barat mulai berpikir secara baru dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan Gereja yang selama ini telah membelenggu kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu.
·         Copernicus (1473-1543), “heliosentris”
Copernicus adalah seorang tokoh gereja ortodoks yang menemukan bahwa matahari berada di pusat jagad raya dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari.
·         Tycho Brahe (1546-1601)
Perhatiannya dimulai pada November 1572, dengan munculnya bintang baru di gugusan Cassiopeia secara tiba-tiba, yaitu bintang yang cemerlang selama 16 bulan sebelum ia padam lagi. Dalam tahun 1577, ia dapat mengikuti timbulnya Comet. Dengan bantuan alat-alatnya, ia menetapkan lintasan comet tersebut, yang ternyata lebih jauh dari Venus.
·         Johannes Keppler (1571-1630)
Ia adalah pembantu Tycho dan seorang ahli matematika. Setelah Tycho meninggal, ia melanjutkan pengamatan dan tetap mengembangkan astrologi untuk memperoleh uang guna memelihara perkembangan astronomi.
·         Galileo (1546-1642), “heliosentrik”
Penemuan lintas peluru, hukum pergerakan, dan penemuan tata bulan planet Jupiter. Ia membagi sifat benda dalam dua golongan, yaitu : pertama, golongan yang langsung mempunyai hubungan dengan metode pemeriksaan fisik (primer), contohnya berat, panjang, dan lain-lain, kedua, golongan yang tidak mempunyai peranan dalam proses pemeriksaan ilmiah (sekunder), contohnya warna, asam, manis.
·         Napier (1550-1617), “logaritma”
Berdasarkan basis e.
·         Briggs (1615)
Mengubah logaritma basis e ke dalam dasar 10.
·         Brochiel de Decker (1626), memperluasnya.
·         Desarque (1593-1662)
Ditemukan Projective Geometry, yang berhubungan dengan cara melihat sesuatu.
·         Fermat
Ia mengembangkan Ortogonal Coordinate System, seperti halnya Descrates, di samping itu ia juga melaksanakan penelitian teori aljabar, berkenaan dengan bilanngan-bilangan dan soal-soal yang dalam tangan Newtond dan Leibniz kemudian akan menjelma sebagai perhitungan diferensial-integal (calculus). Fermar bersama-sama Pascal menyusun dasar-dasar perhitungan statistik. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 49-57)
2.      Zaman Modern (abad ke-17-19 M)
·         Newton (1643-1727), “Teori Gravitasi Newton”
Ini dimulai ketika muncul persangkaan penyebab planet tidak mengikuti pergerakan lintas lurus, apakah matahari yang menarik bumi atau antara bumi dan matahari ada gaya saling tarik-menarik.
·         Joseph Black (1728-1799)
Ia dikenal sebagai pelopor dalam pemeriksaan kualitatif, ia menemukan gas CO2.
·         Henry Cavendish (1731-1810)
Ia memeriksa gas yang terjadi jika serbuk besi disiram dengan asam dan menghasilkan hawa yang dapat dinyalakan.
Setelah abad ke-18, pada abad ke-19 penemuan yang dianggap sebagai penemuan abad, yaitu penemuan planet Neptunus. Pada abad XX, terjadi perkembangan ilmu pasti, ilmu kimia, ilmu fisika, dan lain-lain. (Amsal Bahtiar, 2004 : 57-63)
3.      Ilmu yang Berbasis Rasionalisme dan Empirisme
Manusia berusaha mencari jawaban secara rasional dengan meninggalkan cara yang rasional. Kaum rasionalisme mengembangkan paham rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini, mengguanakn pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri atas dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan disebut premis mayor atau premis minor. Kesimpulan diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis itu.
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif, ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Mereka yang mengembangkan pengetahuan yang berdasarkan pengalaman konkret ini disebut penganut epirisme. Paham empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret.
Menurut paham empirisme, gejala alam bersifat konkret dan dapat ditangkap dengan panca indera manusia. Dengan pertolongan panca inderanya, manusia berhasil menghimpun sangat banyak pengetahuan. Penganut empirisme menysun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif ialah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifta khusus. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 63-66)
4.      Perkembangan Filsafat Pada Zaman Modern
Pada zaman modern, filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada paham idealisme mengajarkan bahwa hakikat fisik adalah jiwa, spirit. Sedangkan paham empiris dinyatakan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. Pada abad XX, aliran filsafat banyak sekali, sehingga sulit digolongkan, karena makin eratnya kerja sama internasional. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 66-67)
D.    Kemajuan Ilmu Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer di sini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga sekarang. Perkembangan ilmu di zaman kontemporer meliputi hampir seluruh bidang ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu sosial, serta ilmu-ilmu eksakta, serta aplikasi-aplikasinya di bidang teknologi rekayasa genetika, informasi dan komunikasi.
Beberapa contoh perkembangan ilmu kontemporer, adalah :
1.      Santri (yang menekankan aspek-aspek Islam), Priyayi (yang menekankan aspek-aspek Hindu), Abangan (yang menekankan pentingnya Animistik).
2.      Teknologi Rekayasa Genetika, contohnya kloning.
3.      Teknologi Informasi, pada penggunaan komputer.
4.      Teori Partikel Elementer, seperti pada atom dan jenis neutron. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 68-84)

  III.            BAB III : PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN
A.    Definisi dan Jenis Pengetahuan
Ilmu berasal dari bahasa Arab, yakni “ilm”, yang diartikan pengetahuan. Dalam filsafat, ilmu dan pengetahuan berbeda. Pengetahuan bukan berarti ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan, sebagaimana berbedanya antara science dan knowledge dalam bahasa Inggris. (Beni Ahmad Saebani, 2009 : 35)
Secara etomologi, pengetahuan berasal dari kata, dalam bahasa Inggris, yaitu knowledge. Dalam Encycopedia Of Phisolohy, dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Sedangkan secara terminologi, akan dikemukakan definisi dari pengetahuan. Menurut Drs.Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insyaf, mengerti, dan pandai. Dalam kamus filsafat, dijelaskan bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.
Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa pengetahuan dalam arti luas berarti semua kehadiran internasional objek dalam subjek. Namun, dalam arti sempit dan berbeda dengan imajinasi atau pemikiran belaka, pengetahuan hanya berartikeputusan yang benar dan pasti (kebenaran dan kepastian). (Amsal Bakhtiar, 2004 : 85-86)
Pengetahuan juga dapat ditinjau dari sumber yang memberikan pengetahuan tersebut. Dalam hal wahyu dan intuisi, maka secara implisit kita mengakui bahwa wahyu dan intuisi adalah sumber pengetahuan. Dengan wahyu, maka kita mendapatkan pengetahuan lewat keyakinan (kepercayaan), bahwa yang diwahyukan itu adalah benar. Demikian juga dengan intuisi di mana kita percaya, bahwa intuisi adalah sumber pengetahuan yang benar, meskipun kegiatan berpikir intuitif tidak mempunyai logika atau pola berpikir tertetu. (Jujun S. Suriasumantr, 2007 : 44)
           
            Jenis-jenis Pengetahuan :
1.      Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima secara baik.
2.      Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science.
3.      Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif.
4.      Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 86-89)
B.     Hakikat dan Sumber Pengetahuan
1.      Hakikat Pengetahuan :
·         Realisme
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada di dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat). Ajaran realisme percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara ada hal-hal yang hanya terdapat di dalam dan tentang dirinya sendiri, serta yang hakikatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
·         Idealisme
Idealisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau proses psikologis yang bersifat subjektif. Premis pokok yang diajukan untuk idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta.
2.      Sumber Pengetahuan :
·         Empirisme
Empirisme berasal dari kata Yunani, empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi.
·         Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
·         Intuisi
Menurut Henry Bergson, intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Menurutnya, intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbol yang pada dasarnya bersifat analisis, menyeluruh, mutlak dan tanpa dibantu oleh penaggambaran secara simbolis.
·         Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para Nabi. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 92-110)
C.    Ukuran Kebenaran
Dalam pembahasan ini, dibahas kebenaran epistemologis, karena kebenara yang lainnya secara inheren akan masuk dalam kategori kebenaran epistemologis. Teori yang menjelaskan kebenaran epistemologis adalah sebagai berikut :
1.      Teori Korespondensi
Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Pengetahuan dikatakan benar apabila di dalam kemanunggalan yang sifatnya intrinsik, internasional, dan pasif-aktif terdapat kesesuaian antara apa yang ada di dalam pengetahuan subjek dengan apa yang ada di dalam objek.
2.      Teori Koherensi tentang Kebenaran
Menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Menurut teori ini, putusan yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling menerangakan satu sama lain.
3.      Teori Pragmatisme tentang Kebenaran
Menurut filsafat ini, benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada azas manfaat. Sesuatu dianggap benar, jika mendatangkan manfaat dana akan dikatakan salah, jika tidak mendatangkan manfaat. Menurut teori pragmatisme, suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia.
4.      Agama sebagai Teori Kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Dalam agama, yang di kedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan. Suatu hal itu diangap benar, apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 111-122)
D.    Klasifikasi dan Hierarki Ilmu
Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna (ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama disiplin-disiplin yang khusus mengenai ilmu keagamaan) dan ilmu yang tidak berguna (ilmu sihir, alkemi, dan numerologi). Secara umum, ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun secara hierarkis ilmu-ilmu, yaitu metodologis, ontologis, dan etis.
Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofis ke dalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir yurisprudensi dan teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fiqih langsung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika, dan ilmu politik.
Sedangkan Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah. Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah  dan ilmu aqliyyah adalah sebagai berikut :
1.      Ilmu syar’iyyah
a.       Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul)
·         Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-tauhid)
·         Ilmu tentang kenabian
·         Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
·         Ilmu tentang sumber pengetahuan religius. Yaitu Al-Qur’an dan al-Sunnah (primer), ijma’, dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori :
ü  Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
ü  Ilmu-ilmu pelengkap, terdiri dari : ilmu Qur’an, ilmu riwayat al-Hadits, ilmu ushul fiqh, dan biografi para tokoh.
b.      Ilmu tentang cabang-cabang (furu’)
·         Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (ibadah)
·         Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat :
ü  Ilmu tentang transaksi, termasuk qishas
ü  Ilmu tentang kewajiban kontraktual (berhubungan dengan hukum kekeluargaan)
·         Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2.      Ilmu aqliyyah
a.       Matematika : aritmatika, geometri, astronomi, astrologi, dan musik
b.      Logika
c.       Fisika/ilmu alam : kedokteran, meteorologi, mineralogi, dan kimia
d.      Ilmu tentang wujud di luar alam atau metafisika :
·         Ontologi
ü  Pengetahuan tentang esensi, sifat, dan aktifitas Ilahi
ü  Pengetahuan tentang substansi-substansi sederhana
ü  Pengetahuan tentang dunia halus
ü  Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang mimpi
ü  Teurgi (nairanjiyyat). Ilmu menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak seperti supernatural. (Amsal Bakhtiar, 2004 : 122-129)


DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.
Ya’cub, Tasman, Filsafat Islam : Profil Filosof Islam dan Filsafatnya di Dunia Timur dan Barat, Padang : IAIN – IB Press, 1999.
Ahmad, Beni, Saebani, Filsafat Ilmu : Kontemplasi Filosofis tentang Seluk-Beluk, Sumber, dan Tujuan Ilmu Pengetahuan, Bandung : Pustaka Setia, 2009.
Salam, Burhanuddin, Pengantar Filsafat, Jakarta : Bumi Aksara, 1995.
Suriasumantri, S. Jujun, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2007.
Suhartono, Suparlan, Filsafat Ilmu Pengetahuan : Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2008.